Keluarga Disharmonis
Secara umum, keluarga adalah suatu lingkungan
yang terdapat beberapa orang yang masih memiliki hubungan darah. Disharmoni
adalah suatu keadaan dikatakan disharmonisasi adalah keadaan yang biasanya
mencerminkan suatu kondisi dalam situasi yang terjadi dalam sebuah kelompok dan
kelompok ini adalah sekumpulan manusia. Menurut Gunarsa (1993), keluarga disharmoni
adalah suatu hubungan yang tidak selaras dalam kehidupan berkeluarga. Jadi
apabila didalamnya (keluarga/rumah tangga) terdapat sebuah ketidakbahagian,
maka keluarga tersebut dinyatakan disharmonisasi.
Penyebab terjadinya ketidakharmonisan
dalam keluarga dibagi dalam dua faktor, yaitu dalam dan luar. Faktor dalam yang mempengaruhi terjadinya
disharmonisasi dalam keluarga terdiri dari kurangnya kasih sayang antara keluarga. Suatu keluarga yang tidak
terjalin kasih sayang, maka tidak akan terjalin hubungan emosional yang
harmonis antara satu dan lainnya. Berikutnya, kurangnya saling pengertian
sesama anggota keluarga. Selain itu, tidak adanya dialog atau komunikasi di
dalam keluarga. Berikutnya, tidak ada kerjasama antara anggota keluarga. Kerjasama
yang tidak baik antara sesama anggota keluarga sangat dihindari dalam kehidupan
sehari-hari. Tidak ada saling membantu dan gotong royong akan mendorong anak
untuk bersifat tidak toleransi jika kelak bersosialisasi dalam masyarakat. Menurut
Gunarsa (1993), kurang kerjasama antara keluarga membuat anak menjadi malas
untuk belajar karena dianggapnya tidak ada perhatian dari orangtua.
Selain dari faktor dalam ada juga beberapa
faktor luar yang mempengaruhi terjadinya disharmonisasi keluarga. Menurut
Lailatul (n.d.), faktor ekonomi dan pola hidup bebas yang tidak terkontrol dapat menyebabkan terjadinya disharmonisasi
keluarga.
Keluarga diharmonis dapat menyebabkan
suatu keretakan dalam kehidupan berkeluarga yaitu perceraian dan berdampak terhadap perkembangan seorang
anak. Menurut Whisman, Dixon dan Johnson
(1997), dari hasil survey masalah perceraian suami isteri, didapatkan hasil
bahwa 38% anak akan mengalami masalah, 9% peringkat masalah, 18% kesulitan
dalam merawat, 18.5% dampak merusak, dan 15.2% peringkat komposit. Selain itu
menurut (Olson & Defrain, 2006), 20% anak-anak dari percerain akan
mempunyai masalah pada emosinya. Beberapa dampak akibat keluarga disharmonis
menurut Baker, Barthelemy, dan Kurdek (1993, dikutip dalam Lauer & Lauer,
2009) adalah turunnya tingkat sosialisasi seorang anak, anak tersebut cenderung
menarik diri dari lingkungan. Menurut Guidubaldi dan Cleminshaw (1985, dikutip
dalam Lauer & Lauer, 2009), seorang anak dari keluarga disharmonisasi cenderung
mempunyai masalah mental dan kesehatan dibandingkan anak-anak yang berasal dari
keluarga harmonis.
Ada beberapa cara yang dapat dilakukan
guna untuk mencegah terjadinya keluarga disharmonis berdasarkan “10 tips keharmonisan
pasangan suami-isteri”, yaitu berupaya
untuk saling mengenal lebih dalam anggota keluarganya, mengatasi persoalan
bersama, sikap toleransi terhadap sesama, berterus-terang satu sama lain, dll.
Selain itu menurut Covey (2009), dalam
suatu keluarga harus mempunyai sikap proaktif maksudnya yaitu kemampuan untuk
bertindak berdasarkan prinsip dan nilai daripada bereaksi berdasarkan emosi
atau keadaan, dan berusaha untuk memahami dahulu baru dipahami.
Daftar
Pustaka
10 tips keharmonisan pasangan
suami-isteri.
Diunduh dari
Covey, S. R. (2000). 7
Kebiasaan keluarga yang sangat efektif. Mitra Media
Publisher.
Lailatul. (n.d). Faktor-faktor
keluarga disharmonis. Diunduh dari
Lauer, H. R., & Lauer, J.C. (2009). Marriage & family : The quest for
intimacy (8th
ed.). Mc Grawh Hill.
Olson, D. H., & Defrain, J. (2006). Marriages and families. Mc Grawh Hill.
Thesis. Diunduh dari
Whisman, Dixon, & Johnson. (1997). Journal of family psychology.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar